Rabu, 19 November 2008

Koruptor



Korupsi seringkali berawal dari kebiasaan yang tidak disadari oleh Pengawai Negeri dan Pejabat Penyelenggara Negara, misal penerimaan hadiah oleh Pejabat dan keluarganya dalam suatu acara pribadi, atau menerima pemberian tertentu seperti diskon yang tidak wajar atau fasilitas perjalanan :} p

Hal semacam ini lama kelamaan akan menjadi kebiasaan yang cepat atau lambat akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh Pegawai Negeri atau Pejabat Penyelenggara Negara yang bersangkutan. Banyak orang berpikir dan berpendapat bahwa pemberian itu sekedar tanda terima kasih dan sah-sah saja. Namun perlu disadari, bahwa pemberian tersebut selalu terkait dengan jabatan yang dipangku oleh penerima serta kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan dari pemberi, dan pada saatnya pejabat penerima akan berbuat sesuatu untuk kepentingan pemberi sebagai balas jasa.
Karena itulah UU mengatur tentang Gratifikasi yaitu pemberian dalam arti luas kepada Pegawai Negeri atau Pejabat Penyelenggara Negara.
Ada baiknya kita ketahui dengan benar, apa saja yang termasuk dalam kategori korupsi, agar kita bisa mulai memperbaiki sikap dan perilaku kita dalam memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Negara tercinta ini.

Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001

Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Pengecualian
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
– Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Suap (bribery) – Ps.5 UU 31/99 jo UU 20/01

Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri / Penyelenggara Negara dengan maksud supaya ybs berbuat/tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. (Berlaku untuk yg memberi dan yg diberi) – Diadopsi dari pasal 209 KUHP.
Ancaman pidana min 1 tahun maks 5 tahun dan atau denda min Rp 50 jt maks Rp 250 jt.

 

Blog Template by Khairansyah. Sponsored by Business Web Hosting Reviews